Blogger Widgets

Pages

Wednesday, December 10, 2014

Filsafat Kebijaksanaan



MAHASISWA FAKULTAS FILSAFAT SEBAGAI OBJEK PENGAMATAN

            Apa itu Filsafat? Filsafat berasal dari kata “philosophia”. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti: “Cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Menurut tradisi Pythagoras atau Socrateslah yang pertama menyebut diri “philosophus”, yaitu sebagai protes terhadap kaum “Sophist”, kaum terpelajar yang pada waktu itu yang menamakan dirinya “bijaksana”, padahal kebijaksanaan mereka itu hanya semu kebijaksanaan saja (Salam, 2012).
            Dari pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah yang dimaksud kebijaksanaan? Kebijaksanaan menurut saya pribadi merupakan sikap yang sempurna mengenai mengenai pengambilan keputusan dalam semua tindakan sehingga tidak menimbulkan masalah dalam tindakan tersebut. Dari jawaban tersebut muncul pertanyaan bagaimana cara mencapai kebijaksanaan?
            Untuk jawabannnya kali ini saya akan menjadikan mahasiswa filsafat khususnya mahasiswa baru sebagai objek pengamatan saya. Fakultas filsafat sendiri merupakan tempat berkumpulnya para pencari kebijaksanaan. Pada tulisan ini saya ingin menganalisa apa makna kebijaksanaan bagi mahasiswa filsafat dan apakah bagaimana cara mereka menemukan “Jalan menuju kebijaksanaan” tersebut. Saya sengaja tidak menggunakan kebijaksanaan karena bagi mahasiswa khususnya mahasiswa baru masih pada tahap mencari “Jalan menuju kebiijaksanaan”. Banyak cara yang dilakukan mahasiswa filsafat dalam mencari “Jalan menuju kebijaksanaan” mulai dari diskusi, membaca buku filsafat hingga mengikuti seminar filsafat ataupun yang berhubungan dengan filsafat. Ketika mahasiswa filsafat berdiskusi sering ditemukan hal yang mungkin jarang ditemukan di diskusi fakultas lain yaitu adanya mahasiswa yang mencoba mengkritisi jalannya diskusi setelah terjadinya diskusi bersama teman-temannya seperti mendiskusikan jalannya diskusi yang melenceng dari jalur dan banyak lagi lainnya. Itu hanya salah satu contoh dari cara unik mahasiswa fakultas filsafat dalam mencari “Jalan menuju kebijaksanaan”. Saya akan menjelaskan cara mahasiswa filsafat mencari “Jalan menuju kebijaksanaan” secara garis besar.
            Pertama, mahasiswa filsafat yang suka mengkritisi sesuatu yang kritis, membijaksanakan sesuatu yang bijaksana, mencari hakikat dari hakikat bahkan berfilsafat tentang filsafat seperti halnya tukang bakso yang memakan baksonya sendiri. Saya sendiri mengakui bahwa tulisan ini sendiri bisa dikatakan menjadi contoh dalam kategori ini. Selain itu seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai mahasiswa ketika setelah terjadinya suatu diskusi mencoba berdiskusi kecil dengan temannya mengenai jalannya diskusi sebelumnya. Hal ini berbeda dengan ciri persoalan filsafat yang bersifat implikatif yang memunculkan masalah baru melainkan berputar-putar pada masalah yang sama yaitu bagaimana diskusi yang baik itu. Masalah yang mereka coba selesaikan tidak memunculkan baru melainkan masalah yang itu-itu saja seolah-olah berputar dalam lingkaran setan yang tidak pernah selesai. Pada tulisan ini sendiri mungkin saja akan ada orang yang mendebatkannya hingga terjadilah perdebatan yang berputar-putar pada masalah yang sama.
            Kedua, mahasiswa filsafat yang “Kutu buku” dan suka menerapkan kata-kata filsuf ataupun kata-kata dosen yang dianggapnya menarik baik dalam kegiatan perkuliahan, dalam media social, memuatnya dalam tulisan ataupun ketika mencoba mengkritisi suatu masalah. Ini tidak menjadi masalah apabila menggunakan bahasa-bahasa filsafat tersebut kepada mahasiswa filsafat, dosen filsafat ataupun orang yang paham akan bahasa tersebut tetapi apabila dia menggunakan bahasa tersebut kepada orang yang tidak mengerti filsafat seperti halnya petani atau pedagang di pasar tentu akan membingungkankan orang tersebut. Saya jadi ingat perkataan salah satu dosen bahasa Indonesia di salah satu universitas negeri di Malang yang berkata “Percuma kalian menulis skripsi apabila hanya dibaca oleh dosen, diri anda sendiri dan adik tingkat yang kebetulan mencari referensi jika kalian tidak bisa menerapkannya kepada masyarakat”. Beliau juga mengatakan mengenai pentingnya menulis tulisan populer yang dapat dimengerti oleh semua orang.   Hal ini hanya menjadi contoh buat mahasiswa tipe ini agar tidak hanya mengerti tapi juga dapat menjelaskannya kepada orang lain. Saya sendiri berpikiran mungkin yang disebut orang pintar itu bukan orang-orang yang bisa menggunakan bahasa-bahasa ilmiah melainkan orang yang bisa menerjemahkan bahasa ilmiah tersebut agar bisa dimengerti banyak orang.
            Ketiga, mahasiswa yang suka mengikuti seminar dan mahasiswa yang suka berorganisasi. Kedua cara ini bisa dikatakn sama-sama merupakan kegiatan di luar kuliah bahka terkadang di luar fakultas. Cara-cara ini juga tidak masalah apabila dilakukan diluar jam kuliah tetapi jadi masalah apabila kegiatan ini sampai mengabaikan kuliah. Memang kuliah tanpa organisasi ataupun kegiatan ekstra sama saja bohong dan kegiatan-kegiatan tersebut akan menyempurnakan proses perkuliahan kita namun jangan lupa bahwa itu hanyalah penyempurna bukan kegiatan pokok kita sebagai mahasiswa. Kegiatan pokok mahasiswa dari dulu hingga saat ini adalah kuliah. Jangan sampai kegiatan di luar kuliah akan membuat kita tidak masuk kuliah atau tidak mengerjakan tugas. Hal ini bukannya membuat kita menemukan “Jalan menuju kebijaksanaan” tapi malah semakin menjauhkan kita dari jalan tersebut karena dengan cara ini mereka lupa tujuan mendasar mereka kuliah di fakultas filsafat UGM.
            Keempat, mahasiswa filsafat yang berusaha tampil beda (anti mainstream). Ini bisa dikatakan berbeda dengan cara-cara sebelumnya bahkan mungkin bukan sebuah cara mencari “Jalan menuju kebijaksanaan”.  Mahasiswa seperti ini beranggapan apabila mereka berbeda dengan orang pada umumnya mereka bisa dikatakan bijaksana. Sehingga ini lama-kelamaan menjadikan fakultas filsafat berbeda dengan fakultas lain. Apabila di fakultas lain sulit menemukan mahasiswa yang menggunakan kaos oblong di kampus maka di filsafat jangankan pakai kaos oblong menggunakan sandal ketika ke kampus saja ada (bukan karena kakinya sakit). Apabila ditegur oleh sesorang mereka akan berkata apa hubungannya penampilan ataupun aturan dengan kebijaksanaan. Mahasiswa seperti ini sudah menganggap yang dilakukannya itu sesuatu yang benar dan bijaksana sehingga tidak perlu mengikuti aturan yang dibuat orang lain. Kesannya mereka menjadi kaum sophist di fakultas filsafat.
            Kesimpulan saya dapat peroleh dari tipe-tipe tersebut bahwa mahasiswa filsafat masih belum mampu menempatkan diri mereka di dalam masyarakat umum dan masih berkutat dalam masalah-masalah yang sama. Hal ini berbeda sekali dengan Socrates yang ketika berbicara dengan ahli hukum akan berbicara tentang keadilan sedangkan mahasiswa filsafat mungkin akan berbicara mengenai kajian metafisis dari hukum. Dilihat dari mahsiswa filsafat sendiri yang masih jauh dari apa yang disebut kebijaksanaan timbul pertanyaan apakah kebijaksanaan bisa didapatkan oleh manusia?
            Beberapa orang termasuk saya sendiri beranggapan bahwa apa yang disebut kebijaksanaan sulit untuk dicapai manusia dan bahkan cenderung mustahil sehingga muncul pernyataan krbijaksanaan hanya milik Tuhan. Dari pernyataan tersebut muncul lagi suatu pertanyaan Tuhan yang seperti apakah yang disebut bijaksana? Empedokles mengkritik mengenai pemahaman Tuhan (Dewa) yang ada pada bangsa Yunani saat itu. Pada saat itu para Dewa digambarkan melakukan perzinaan, pencurian, dan penipuan satu sama lain. Dewa digambarkan sesuai kehidupan mereka saat itu. Sehingga dapat dikatakan Tuhan yang memiliki kebijaksanaan adalah Tuhan yang universal yang menguasai segala sesuatu.
            Dari pernyataan di atas timbul pertanyaan lagi kalau memang hanya Tuhan yang memiliki kebijakasanaan, terus apa yang dicari oleh filsuf dan orang-orang yang berkecimpung di dunia filsafat termasuk mahasiswa filsafat? Kenapa mereka mencari sesuatu yang jelas mereka tidak bisa dapatkan? Jawaban dari pertanyaan itu sampai saat ini saya akui belum saya dapatkan. Saya sendiri masih bingung mengapa para filsuf berfilsafat dan kenapa dinamakan filsafat kalau memang kebijakasanaan tidak dapat ditemukan dalam diri manusia. Sehingga yang dapat saya simpulkan mungkin yang menjadi inti dari filsafat itu bukanlah tujuan akhir (kebijaksanaan) melainkan kegiatan berfilsafat itu sendiri yang menjadi objek utama dalam filsafat.

DAFTAR PUSTAKA
Salam, Burhanudin. 2012. Pengantar Filsafat. Bumi Aksara: Jakarta

google advanced search

blogger

blogger
bloggerlogo

Followers

Search This Blog